This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 19 Juni 2017

Mengenang Tragedi Lampung Berdarah


Sekitar 19 -tahun lalu, di Lampung tepatnya di desa Way Jepara, umat Islam mengalami penindasan dan perlakuan yang buruk dari rezim pemerintahan orde baru di bawah presiden Soeharto. Di desa Way Jepara, terjadi pembantaian yang membuat ratusan jiwa kaum muslimin (versi pemerintah: 29 orang) meninggal dunia oleh tangan kotor pemerintah saat itu melalui Korem Garuda Hitam 043 Lampung.
Kaum muslimin di desa Way Jepara yang berada di bawah bimbingan ngaji Warsidi diserang oleh para pasukan loreng bersenjata lengkap pada saat subuh hari pada tanggal 7 Februari 1989. Para jamaah Warsidi ini dituduh memberontak dan merongrong Pancasila serta NKRI.
Saat itu, warga yang tengah terlelap tidur dikejutkan dengan suara letusan senjata api. Beruntun, rentetan senjata menembus tubuh warga orang tua, anak-anak, bahkan ibu-ibu yang tidak berdosa. Perlakuan serdadu berloreng tersebut sama sekali tidak menggunakan akal dan perikemanusiaan. Selain itu, sebelumnya, juga terjadi penculikan dan penangkapan terhadap jamaah pengajian yang dikenal Kelompok Warsidi atau Jamaah Mujahidin Fii Sabilillah.
Saat penyerbuan itu, berdasarkan laporan Kontras tentang kasus Talangsari, kampung dibakar dan kemudian ditutup untuk umum. Penyerbuan dilakukan menyusul dugaan adanya kelompok pengajian yang ingin mengganti Pancasila dengan asas Islam.
Salah satu tokoh di balik tragedi Talangsari atau Tragesi Lampung atau GPK Warsidi atau Jamaah Mujahidin Fii Sabilillah di Way Jepara, Jayus, menceritakan betapa dahsyatnya pembantaian yang dilakukan oleh aparat pada saat itu. Jayus mengaku menyaksikan sendiri sekitar ratusan korban meninggal yang dimakamkan di sekitar Talangsari akibat kejadian yang “menyakitkan” umat islam tersebut.
Dalam sebuah diskusi, Jayus menceritakan dan mengungkapkan seputar peristiwa tragedi Lampung akibat serangan aparat militer tersebut. Menurut Jayus, pada saat kejadian tanggal 7 Februari 1989 sejak subuh sekitar Pkl. 04.30 WIB, lokasi sekitar kompleks pengajian jemaah Warsidi di sana telah dikepung aparat militer bersenjata. Mereka kemudian diberondong dengan senjata
Pada sekitar Pkl. 08.00 WIB, umumnya penghuni rumah dan pondokan di sana telah habis dan yang tertinggal hanya nampak para orangtua, perempuan dan anak-anak yang bertahan tetap berada di dalam rumah-rumah di sana.
Jayus menyebutkan, saat itu justru rumah-rumah tersebut dibakar, sehingga para penghuninya umumnya tewas dengan kondisi pondokan telah hangus.
"Sulit saya melupakan kejadian itu sampai sekarang, karena terus terbayang-bayang," cetus Jayus.
Dia menuturkan, para korban umumnya dalam kondisi terbakar hangus hanya tinggal tulang belulang saja.
Para korban itu kemudian dikuburkan sehari setelah kejadian hingga beberapa hari kemudian.
Jayus menyebutkan, paling tidak selama tiga hari itu, setidaknya tiap hari dapat dikuburkan sekitar 50-an korban meninggal dunia walaupun proses penguburan juga belum sempurna, karena beberapa bagian tubuh diantaranya masih kelihatan.
Penguburan juga dilakukan kepada para korban yang ditemukan berserakan di sekitar persawahan, sungai, jalan-jalan di sekitar tempat kejadian.
"Tindakan aparat keamanan saat itu sangat biadab dan tidak berperikemanusiaan," tutur Jayus pula.
Setelah kejadian itu, lokasi sekitar pengajian Warsidi di Talangsari ditutup total oleh aparat TNI, hingga 5–6 bulan kemudian areal tersebut tidak boleh dimasuki masyarakat sekitar.
Jayus mendesak agar kasus Talangsari itu dapat diusut secara tuntas, sehingga para pelaku yang bertanggungjawab terhadap kematian sekitar ratusan orang–versi resmi pemerintah menyatakan yang meninggal hanya sekitar 29 orang–dapat diadili secara hukum.
Seorang tokoh lain dalam tragedi Lampung Berdarah itu, Sukardi dan Sudarsono mengakui bahwa saat itu di kompleks pengajian Warsidi tengah beraktivitas kelompok Islam yang bertujuan akhir untuk mendirikan cikal bakal Negara Islam Indonesia (NII).
Mereka mengaku tidak dapat berkompromi dengan aparat pemerintah dan aparat keamanan yang beberapa kali mengundang dan mengajak mereka berdialog dan menjelaskan aktivitas di sana.
Justru mereka yang minta camat dan Danramil (Kapten Sutiman yang tewas akibat tindakan warga) untuk datang bertemu penghuni pondokan yang kerap didatangi santri dan warga dari beberapa daerah di luar Lampung itu.
Kematian Danramil Way Jepara seusai mendatangi kompleks pengajian itu, diduga memicu tindakan aparat militer (TNI) kemudian mengambil tindakan keras terhadap mereka.
Namun, dengan dalih adanya Danramil yang tewas akibat ulah warga Talangsari maupun sikap mereka yang dianggap membangkang dengan pemerintah dan aparat saat itu, bukanlah alasan yang dapat membenarkan untuk melakukan penyerbuan secara militer.
"Karena itu, siapapun yang terbukti melakukan kesalahan dan tindak pidana di Talangsari saat itu, mesti dibawa ke pengadilan untuk diproses hukum secara adil," ujar Usman Hamid, Koordinator KONTRAS.
Penulis buku "Talangsari 1989, Kesaksian Korban Pelanggaran HAM Peristiwa Lampung", Fadilasari yang juga jurnalis dan mahasiswa pasca sarjana Fak. Hukum Universitas Lampung (Unila) berharap, dengan kesaksian para korban Talangsari itu dapat menjelaskan kondisi sebenarnya saat peristiwa tersebut.
"Tidak ada tujuan politik atau motivasi untuk mengangkat masalah agama di dalamnya, kecuali berusaha mengungkapkan kejadian sebenarnya secara obyektif dan berimbang," tutur Fadilasari pula.
Kini penduduk Talangsari III yang berjumlah 102 KK atau 425 jiwa tersebar di empat RT. Kalau dulu penduduk desa tergolong dalam dusun yang tertinggal, kini mereka sudah menikmati berbagai kemajuan. Rumah-rumahnya yang dulu tak satu pun permanen, sekarang sudah ada 11 unit rumah permanen.
Sekarang sudah berdiri sebuah SD Negeri di Talangsari, yang berdiri sejak 1990. Juga satu-satunya masjid yang ada sudah berdiri permanen ukuran enam kali enam meter.
Demikian pula sarana pertaniannya, jika dulu penduduk bertani dengan usaha sawah tadah hujan, sekarang sudah ada irigasinya. Persoalan yang dihadapi dusun itu kini tinggalah masalah pupuk. Setiap kali menjelang musim tanam, warga selalu kesulitan mendapatkannya.
Sisa-sisa yang menjadi saksi bisu masih ditemukan. Antara lain bekas pondasi masjid yang dulu bernama Masjid Mujahidin dan sebuah sumur tua

Tragedi Perang Bali Vs Lampung


beritalampungterupdate.blogspot.com- Indonesia di kacaukan dengan Tragedi Perang Bali Vs Lampung. Perseteruan ini sudah terjadi sejak lam akibat adanya  dendam lama antara masyarakat yang berada disana. Di daerah lampung timur sendiri  mempunyai banyak suku diantara suku tersebut adalah suku pendatang dan suku-suku asli dari lampung sendiri akibat adanya transimigrasi massal maka suku asli lampung sekarang semakin sedikit banyaknya   suku pendatang tersebut antara lain suku jawa(bali), suku sunda, suku makassar, suku palembang, suku cina, suku Arab dan masih banyak suku yang tinggal di daerah lampung tersebut.
Tragedi yang terjadi di lampung ini terjadi akibat perselisihan diantara dua belah pihak karena di daerah lampung tersebut memiliki kelompok sendiri-sendir untuk masyarakat bali membentuk kelompok dan membangun desa sendiri dan membangun pura seperti yang ada di tanah bali, serangan yang ada dilampung ini sudah lama dan masih ada aja pemberitaan yang terjadi didaerah di lampung ini.

Awal mula kejadiannya adalah  Akibat kecelakan yang terjadi antara seorang wanita warga lampung yang memakai kendaraan roda dua   digodain oleh anak nongkrong warga bali dimana seorang wanita warga lampung tersebut menabrak warga bali yang menggunakan sepeda onthel .  Seorang wanita warga lampung yang menabrak tersebut di tolong oleh para pemuda bali akan tetapi   pemuda yang seorang wanita lampung tersebut dibuat tidak senonoh dengan memegang dada seorang wanita tersebut  dan Wanita lampung tidak terima ats tindakan yang kurang senonoh tersebut hingga akhirnya diadukan pada suku masing-masing hingga akhirnya terjadilah bentrokan antara suku lampung dan suku bali. penyerangan tersebut terjadi di  desa Bali Nuraga Kec. Way Pani.  Akibat terjadi bentrok ini menimbulkan beberapa orang meninggal dunia karena warga lampung melakukan pengrusakan terhadap kios, pembakaran rumah dan bebrapa bangunan di daerah desa Bali Nuraga.

Tragedi Ini  Kerap terjadi didaerah Indonesia khususnya  Tragedi Perang Bali Vs Lampung dikarenakan akibat  sesuatu yang bisa  merusak harga diri seseorang.  Anggapan dari  Warga lampung sendiri mengenai hal ini adalah Bagaimana sikap pendatang  atau tamu yang transmigrasi di daerah orang tidak dapat menghargai warga asli dari daerah tersebut jadi permasalahan ini harus diredakan dengan musyawarah antara kedua belah pihak apabila terjadi masalah yang dapat merusak harga diri seseorang dan jangan mengambil keputusan sendiri dan tindakan untuk menyerang sesama makhluk yang diciptakan oleh Sang Pencipta. 

Kisah di balik bentrokan di Lampung yang menyeramkan


Wajah-wajah mengeras dengan menenteng beragam senjata, seperti parang, pedang, golok, celurit, bahkan senjata senapan angin tampak bergerak pasti menuju Desa Balinuraga, Sabtu (27/10), sekitar pukul 23.00 WIB.
Ratusan warga itu merangsek ke Balinuraga bukan tanpa sebab. Beberapa waktu sebelumnya, dua gadis dari Desa Agom yang beretnis Lampung, diganggu oleh pemuda Bali warga Balinuraga. Akibatnya, kedua gadis itu terjatuh dari motornya dan mengalami luka-luka. Demikian beritasatu.com memberitakan.
Sementara itu, kantor berita Antara memberitakan, Rohaimi (ayah dari gadis Lampung yang diganggu 10 pemuda etnis Bali hingga jatuh dari motornya, red nm) mengaku terkejut dengan pemberitaan media massa yang menurutnya justru makin memperuncing keadaan.
Ia menuturkan, awal mula kejadian, anak gadisnya itu bersama keponakannya yang juga wanita, berangkat ke Pasar Desa Patok di Kecamatan Waypanji untuk membeli sesuatu.
“Saat dalam perjalanan, menurut anak saya, ada sekitar 10 pemuda yang menggunakan sepeda mengganggunya hingga dia terjatuh karena satu sepeda menghadang motor yang dinaiki kedua gadis itu,” ujar dia.
Selebihnya, karena kondisi korban luka-luka saat dibawa berobat ke bidan kampung setempat, disarankan agar kedua gadis tersebut dirawat di rumah sakit terdekat.
“Yang namanya masuk rumah sakit perlu biaya, jadi saya rundingan sama lurah setempat, untuk menemui pihak keluarga pemuda dari kampung tetangga untuk mempertanggungjawabkan biaya pengobatan anak saya dan keponakan itu,” kata dia.
Demikian Kisah di balik bentrok dua desa di Lampung seperti dituturkan merdeka.com.
Ulasan berikut ini menggambarkan kondisi Lampung Selatan yang rawan bentrokan di berbagai tempat.

Konflik horizontal di Lampung Selatan berulang dan kian meningkat eskalasinya.
Wajah-wajah mengeras dengan menenteng beragam senjata, seperti parang, pedang, golok, celurit, bahkan senjata senapan angin tampak bergerak pasti menuju Desa Balinuraga, Sabtu (27/10), sekitar pukul 23.00 WIB.
Ratusan warga itu merangsek ke Balinuraga bukan tanpa sebab. Beberapa waktu sebelumnya, dua gadis dari Desa Agom yang beretnis Lampung, diganggu oleh pemuda Bali warga Balinuraga. Akibatnya, kedua gadis itu terjatuh dari motornya dan mengalami luka-luka.
Kasat mata, siapa menyana jika insiden kecil serupa itu kemudian menyulut api persoalan yang demikian besar. Serbuan warga Agom ke Balinuraga menyebabkan sedikitnya tiga warga meregang nyawa. Sedangkan belasan rumah di desa tersebut pun rata dengan tanah akibat dibakar.
Tidak dapat menerima kekalahan dalam “pertempuran” massal itu, pada Senin (29/10), ribuan warga yang disebut-sebut berasal dari gabungan sejumlah etnis di Lampung kembali bergerak menuju Balinuraga yang mayoritas warganya beretnis Bali. Mereka menerobos blokade aparat yang membentengi desa tersebut.
Mereka datang tak lain untuk membalaskan dendamnya. Pertikaian yang lebih besar pun meledak. Akibatnya, sebanyak sedikitnya 6 warga Balinuraga meninggal dunia dan desa itu porak peranda. Hingga kini, suasana di lokasi tersebut pun masih mencekam kendati sedikitnya 2.150 aparat telah dikerahkan untuk berjaga.
Konflik horizontal yang total hingga Senin (30/10) telah menewaskan 14 warga itu bukan kali pertama terjadi di kabupaten tersebut. Pada awal 2012, konflik juga meledak di Sidomulyo, Lampung Selatan, dan mengakibatkan 48 rumah terbakar dan 33 lainnya rusak.
Pada peristiwa itupun, sebanyak sekitar 700 aparat kepolisian dikerahkan untuk mengantisipasi bentrok susulan. Hanya berselang beberapa bulan kemudian, yakni pada Agustus 2012, konflik kembali pecah.
Bentrokan kali ini terjadi antarwarga desa yang bertetangga, yakni Desa Banyuwangi dan Desa Purwosari, di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Persoalan yang memicu adalah aksi main hakim sendiri terhadap seorang tersangka pencuri kendaraan bermotor.
Buntut dari insiden tersebut, warga Desa Banyuwangi melakukan penyerangan ke Desa Purwosari yang mengakibatkan sejumlah rumah dirusak dan dibakar. Sebelumnya, konflik senada juga meletup di Kecamatan Padangcermin, Kabupaten Pesawaran, Lampung.
Bentrokan itu dipicu perkelahian antara dua pemuda di sebuah warung nasi, sehingga berakibat masing-masing pihak bertikai membawa kelompok mereka sampai menyulut emosi warga secara lebih meluas.
Akibatnya, kantor Polsek Padangcermin menjadi sasaran amukan massa, karena mereka merasa tidak puas atas penyelesaian kasus yang ditangani kepolisian setempat.
Rangkaian peristiwa kekerasan di Lampung Selatan yang dipicu oleh masalah-masalah sederhana memang kian meningkat eskalasinya. Menilik rangkaian aksi kekerasan yang terjadi di kawasan tersebut, layak kiranya jika muncul sebuah tanda tanya besar.
Yakni, apakah benar memang negara kecolongan mengantisipasi gesekan yang muncul dalam kehidupan masyarakat yang beragam atau memang intervensi dari pihak tertentu berhasil menekan pemerintah setempat agar tidak menuntaskan permasalahan secara proporsional? 

***

Kisah Pilu 'Manusia Gerobak' yang Berjalan dari Lampung ke Purwakarta


Purwakarta - Keterbatasan ekonomi terkadang membuat seseorang nekat melakukan apa pun untuk mencapai keinginannya. Seperti halnya yang dilakukan Abdul Ghani, warga asal Surabaya.

Pria berusia 47 tahun itu nekat memboyong istri dan empat anaknya yang masih kecil pulang dari Lampung dengan tujuan Surabaya dengan berjalan kaki. Ghani terpaksa melakukan itu karena tidak memiliki ongkos.

Ghani bekerja di sebuah pabrik arang batok kelapa di Lampung hampir 2 tahun terakhir. Selama berada di Lampung, ia bersama istri dan empat anaknya menumpang di rumah temannya yang mengajaknya merantau.

"Jadi saya merantau kerja di Lampung diajak teman. Saya ajak keluarga juga di sana," kata Ghani saat berada di rumah dinas Bupati Purwakarta, Sabtu (11/3/2017). Saat melintas di Purwakarta, Ghani bertemu dengan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi.

Bekerja di pabrik arang, Ghani hanya mendapat penghasilan Rp 60 ribu per harinya. Penghasilan itu cukup untuk menghidupi keluarganya. Sedikit-sedikit Ghani dan istrinya, Nurhayati (32), menabung untuk biaya sekolah.

Singkat cerita, keluarganya mendapat musibah. Berkas-berkas administrasi, mulai kartu tanda kependudukan (KTP) hingga kartu keluarga (KK), hilang, sehingga Ghani ingin pulang ke Surabaya mengurus itu.




"Jadi niat pulang itu mau urus berkas-berkas sama silaturahmi dengan keluarga," jelas Ghani.

Namun Ghani hanya memiliki uang Rp 870 ribu. Uang itu tentunya tidak akan cukup untuk ongkos pulang ke Surabaya keluarganya. Akhirnya Ghani memutuskan membeli sebuah gerobak seharga Rp 650 ribu.

Gerobak itu digunakan Ghani untuk membawa istri dan empat orang anaknya. Perjalanan Ghani dimulai dari tempat tinggalnya menuju Pelabuhan Bakauheni, Lampung, dengan berjalan kaki sambil mendorong gerobak.

"Setelah sampai Pelabuhan (Bakauheni), saya sama keluarga menumpang truk untuk menyeberang laut menuju Pelabuhan Merak (Banten)," kata dia.

Setelah sampai di Pelabuhan Merak, Ghani bersama keluarganya melanjutkan perjalanan melelahkan ini. Hanya berbekal gerobak berisi baju dan terpal bening pelindung hujan, mereka nekat menyusuri jalanan.

Selama berada di jalanan, mereka beristirahat di masjid ataupun kantor kelurahan setempat. Untuk makan, warga yang mereka lalui terkadang memberi mereka makan. Namun pantang untuk Ghani mengemis.


"Walaupun saya nggak punya, saya nggak mau sampai ngemis. Kalau ada yang ngasih bantuan, saya terima, tapi saya nggak minta," tegas Ghani.

Perjalanan panjang Ghani itu melewat Bogor-Padalarang hingga akhirnya saat ini sudah berada di Purwakarta. Ghani membutuhkan waktu 20 hari berjalan kaki untuk sampai di Purwakarta. 

"Banyak yang nawarin bantuan menumpang di kendaraan mereka, tapi susah bawa sama gerobaknya. Soalnya, sayang kalau ditinggal," ungkap Ghani.

Kisah perjalanan keluarga ini juga sempat ramai diperbincangkan jagat media sosial. Potret keluarga kurang beruntung ini mengundang simpati masyarakat yang melihatnya. 

Sejarah singkat tentang lampung.


LAMPUNG- adalah sebuah provinsi paling selatan di Pulau Sumatera, Indonesia. Di sebelah utara berbatasan dengan Bengkulu and Sumatera Selatan.Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung yang merupakan gabungan dari kota kembar Tanjungkarang dan Telukbetung memiliki wilayah yang relatif luas, dan menyimpan potensi kelautan. Pelabuhan utamanya bernama Pelabuhan Panjang dan Pelabuhan Bakauheni serta pelabuhan nelayan seperti Pasar Ikan (Telukbetung), Tarahan, dan Kalianda di Teluk Lampung.Sedangkan di Teluk Semaka adalah Kota Agung (Kabupaten Tanggamus), dan di Laut Jawa terdapat pula pelabuhan nelayan seperti Labuhan Maringgai dan Ketapang. Di samping itu, Kota Menggala juga dapat dikunjungi kapal-kapal nelayan dengan menyusuri sungai Way Tulang Bawang, adapun di Samudra Indonesia terdapat Pelabuhan Krui.Lapangan terbang utamanya adalah "Radin Inten II", yaitu nama baru dari "Branti", 28 Km dari Ibukota melalui jalan negara menuju Kotabumi, dan Lapangan terbang AURI terdapat di Menggala yang bernama Astra Ksetra. Secara Geografis Provinsi Lampung terletak pada kedudukan : Timur - Barat berada antara : 103º 40' - 105º 50' Bujur Timur Utara - Selatan berada antara : 6º 45' - 3º 45' Lintang Selatan.

1. LAMPUNG mempunyai bahasa dengan dialek yg berbeda.

2. Adat istiadat di Lampung.


3. Perempuan Lampung dianggap sebagai RATU


3. LAMPUNG = CHINA


Gembong Perampok Lampung Wagino Tewas Diterjang Peluru Saat Adu Tembak dengan Buser Resmob


Pria yang dikenal sebagai garong dan bertahun-tahun menjadi buronan polisi ini tewas diterjang peluru.
Polisi menembak Wagino saat penggerebekan di daerah Jati Agung, Lampung Selatan, Sabtu (7/1/2017). Wagino akhirnya tewas saat dalam perjalanan ke rumah sakit.
"Pelaku meninggal dalam perjalanan menuju Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung," kata Dirreskrimum Polda Lampung, Kombes Heri Sumarji, Sabtu (7/1).
Heri menjelaskan, sempat terjadi baku tembak antara aparat Resmob Polda Lampung dengan Wagino saat proses penangkapan.
Wagino yang mengetahui dikepung aparat kepolisian, melepaskan tembakan membabi buta ke arah petugas.
Karena sudah membahayakan nyawa, petugas membalas tembakan Wagino.
Tubuh Wagino tertembus peluru aparat. Dari penggeberekan itu, polisi menyita beberapa barang bukti yang digunakan Waginosetiap melakukan kejahatan.
Di antaranya yaitu dua pucuk senjata api rakitan, 32 butir peluru kaliber 9 mm, 27 butir peluru kaliber 38, enam butir peluru kaliber 5,56 mm, dua butir peluru kaliber 3,2 mm.
Ada pula satu bilah golok, satu bilah pisau, satu bilah kapak, dua gulung tali tambang, empat buah STNK motor, satu buah BPKB mobil, tiga buah plat nomor kendaraan mobil, dan lima unit ponsel.

Begini Perampok Sadis di SPBU Daan Mogot Beraksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Sepekan lalu, aksi perampokan sadis terjadi di SPBU Daan Mogot, Cengkareng, Jakarta Barat. Akibat peristiwa itu, Davidson Tantono (30) tewas dan kehilangan uang sebesar Rp 350 juta.

Bos koperasi itu dirampok pada siang hari setelah mengambil uang dari Bank BCA, Green Garden, Jakarta Barat.

Pria yang juga pemilik warung roti bakar itu dirampok saat sedang mengisi angin ban mobilnya di SPBU Daan Mogot.

Davidson sempat mempertahankan tas berisi uang yang akan dibawa perampok. Namun, perampok menembak Davidson di bagian kepala.

(Baca juga: Polisi Duga Komplotan Perampok di SPBU Daan Mogot Lebih dari 5 Orang)

Davidson meninggal di tempat kejadian kemudian tas dia yang berisi uang itu dibawa lari perampok.

Polisi memperkirakan, kawanan perampok tersebut berjumlah lebih dari lima orang. Aksi perampokan itu diduga sudah direncanakan sangat matang.

Sebab, tiap anggota perampok itu memiliki peran masing-masing agar aksinya dapat berjalan mulus. Mulanya, salah satu pelaku memantau di Bank BCA Green Garden.

Di bank tersebut, pelaku memantau calon korbannya yang sedang mengambil uang dengan jumlah banyak dan tanpa pengawalan.

Rupanya, pada Jumat (9/6/2017) lalu, Davidson-lah yang menjadi target kawanan perampok itu.

Seusai menentukan targetnya, pelaku yang bertugas memantau di dalam bank itu memberitahu rekannya bagaimana ciri-ciri calon targetnya.

Selanjutnya, pelaku yang bertugas di luar mencari kendaraan korbannya dan menancapkan paku di ban mobil calon korban.

"Pakunya itu bukan sembarang paku, tetapi sudah dimodifikasi. Jadi berapa menit gitu (kempisnya) pelaku sudah mempelajari. Nanti kempisnya sampai di mana dia sudah tau," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Kamis (15/6/2017).

(Baca juga: Perampok di SPBU Daan Mogot Gunakan Paku Modifikasi untuk Gembosi Ban Mobil Korban)

Setelah menaruh paku di ban mobil Davidson, para pelaku langsung membuntutinya. "Jadi kemudian nanti nanti ada yang membuntuti, ada yang memberi tau 'Pak bannya kempis," ucap dia.

Namun, saat itu Davidson mengabaikannya. Dia memilih terus melanjutkan jalan mencari tempat yang lebih aman.

Akhirnya, Davidson membelokan mobil Toyota Innova miliknya ke SPBU Daan Mogot. Ia mengira pom bensin tersebut merupakan tempat yang aman untuk menambah angin ban mobilnya.

Sesampainya di tukang tambal ban, Davidson turun dari kemudinya. Tas berisi uang tersebut diletakan di dekat setir mobil.

Rupanya, saat Davidson menambah angin bannya, salah satu pelaku mengambil tas tersebut. Aksi perampokan itu diketahui oleh Davidson.

Dia mencoba mengejar para pelaku yang berjumlah empat orang dan menggunakan dua sepeda motor tersebut.

Davidson pun sempat mempertahankan tas berisi uang untuk nasabah koperasinya itu. Panik aksinya ketahuan, salah satu pelaku menembak kepala Davidson.

Seketika, Davidson tersungkur hingga akhirnya tewas di tempat. Mendapat laporan adanya perampokan, polisi langsung bergerak mendatangi lokasi.

Mereka langsung melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Berdasarkan olah TKP dan pemeriksaan saksi, polisi mengantongi identitas para pelakunya.

Rupanya, komplotan tersebut merupakan "pemain lama" dalam dunia perampokan. "Sementara ini, pelaku tersebut sudah melakukan kegiatan lebih dari 10 kali. Tidak hanya di Jakarta, namun juga di luar Jakarta. TKP-nya banyak, sedang kita telusuri. Dari Jakarta ada, luar Jakarta ada," kata Argo.

(Baca juga: Polisi: Perampok di SPBU Daan Mogot Punya Jaringan di Luar Jakarta)

Akhirnya, polisi membekuk dua orang anggota perampok tersebut. Kedua orang itu berperan sebagai pemantau dan penggembos ban mobil Davidson.

Mereka ditangkap di kawasan Bogor dan Lampung. Polisi pun kini memburu para pelaku lainnya.

Site Search